Pendidikan karakter melalui pendekatan budaya dinilai efektif
Pewarta: Indriani
Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan
karakter melalui pendekatan budaya dinilai efektif untuk menanamkan nilai-nilai
kebaikan pada diri anak, kata Direktur Global Sevilla School Jakarta Robertus
Budi Setiono.
"Pendekatan budaya menjadi salah satu sarana yang efektif untuk menanamkan
pendidikan karakter pada anak, seperti pada malam ini kami melakukan pementasan
teater cerita rakyat Malin Kundang. Tujuannya agar para siswa dapat mengerti
dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kisah itu," ujar Budi di
sela-sela pementasan teater Malin Kundang di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan melalui pergelaran teater cerita rakyat itu, para siswa dapat
mengekspresikan bakat mereka. Serta bisa melakukan olah gerak, suara, serta
bisa mengekspresikan kemampuan mereka.
"Selain itu, kepercayaan diri mereka juga meningkat."
Budi menjelaskan penanaman pendidikan karakter haruslah melalui praktik
langsung, serta tak melulu belajar di kelas.
"Siswa bisa mengeksplorasikan kemampuan mereka melalui pergelaran seperti
ini. Mereka yang melakukan riset langsung ke Sumatera Barat, melakukan
aransemen musik dan menulis skenario. Anak dilibatkan dalam semua hal."
Di kesempatan yang berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy mengatakan kepala sekolah penting dalam keberhasilan penguatan
pendidikan karakter.
Mendikbud mengatakan kepala sekolah harus mendorong agar guru tidak sekedar
ceramah di kelas tetapi juga menjadi inspirator dan pendidik.
Pada 2017, Kemdikbud menargetkan penerapan PPK di sebanyak 9.830 sekolah di 34
provinsi. Jumlah tersebut meningkat dari 2016 yang hanya sebanyak 542 sekolah
di 34 provinsi.
Kemdikbud menargetkan pada 2020, seluruh sekolah sudah menerapkan PPK. PPK
memiliki lima nilai utama karakter pelajar, yakni, religius, nasionalis,
mandiri, gotong royong dan integritas.
Editor: Ruslan Burhani
Pendidikan jangan hanya kedepankan aspek intelektual
Pewarta: Indriani
Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan tidak
hanya mengedepankan aspek intelektual saja, tapi juga harus mengembangkan daya
cipta, rasa serta karsa peserta didik, demikan kata akademisi dari Global
Sevilla.
"Sistem pendidikan yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Ki Hajar
Dewantara, sangat tepat karena tak hanya mengedepankan aspek intelektual, namun
juga harus mengembangkan daya cipta, rasa, serta karsa bagi peserta didik.
Sehingga dapat menghasilkan generasi muda yang humanis dan berkarakter,"
ujar Direktur Global Sevilla, Robertus Budi Setiono, di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan bahwa pihaknya selalu berusaha menerapkan program pembelajaran
yang menyenangkan. Selain belajar di kelas, sejumlah kegiatan juga dirancang
guna mengasah keterampilan para siswa.
Salah satunya adalah melalui pementasan drama musikal "Charlie and
Chocolate Factory", yang diperankan oleh 280 siswa SD Global Sevilla, di
Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
"Kalau bicara pendidikan Taman Siswa-nya Ki Hajar Dewantara, belajar
sambil bermain, kita menerapkannya," kata dia.
Melalui pementasan drama tersebut ada nilai edukasi yang dapat dikembangkan,
yakni merangsang budaya literasi atau membaca.
Selain itu, nilai positif lainnya adalah dapat mempelajari karakter peran dan
berekspresi.
"Pendidikan yang humanis harus terus dikedepankan melalui pendidikan
karakter," katanya.
Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswa, mengasah rasa,
dan dapat dorong anak untuk mengimplementasikan atas ilmu yang didapat.
"Ada banyak nilai-nilai moral baik yang dapat dijadikan contoh dari
cerita-cerita yang ada," tuturnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa kepada para siswa pihaknya selalu
menekankan untuk saling menghargai perbedaan dan keberagaman.
(T.I025/C004)
Editor: Ruslan Burhani
Sekolah berasrama berpotensi bentuk karakter unggul
Pewarta: Zita Meirina
Jakarta (ANTARA News) - Sekolah
berasrama memiliki andil dalam pembentukan karakter unggul lulusan yang umumnya
memiliki kemandirian, bertanggung jawab melalui sikap taat aturan, kejujuran,
hubungan baik dengan orang lain, kata Ketua Ikatan Alumni SMA Taruna Nusantara
(Ikastara) M. Rachmat Kaimuddin.
"Organisasi asrama maupun sekolah ternyata juga mendukung pembentukan
karakter unggul para murid. Siswa yang terbiasa mengikuti organisasi baik di
sekolah atau asrama menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, sopan, mempunyai
rasa hormat, peduli terhadap teman sehingga secara keseluruhan sekolah
berasrama telah menerapkan semua pilar-pilar pendidikan berbasis
karakter," katanya menjawab pers di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut dikatakannya dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo
menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia untuk membentuk
manusia-manusia Indonesia yang memiliki karakter pribadi unggul, yakni
manusia-manusia Indonesia yang memiliki prestasi tinggi dibarengi budi pekerti
yang baik.
"Karakter pribadi unggul ini diperlukan agar Indonesia mampu berkompetisi
dengan negara-negara lain dan bahkan memenangkan persaingan global. Dalam
konteks Indonesia, salah satu komponen dari karakter pribadi unggul adalah
karakter kebangsaan dan kebhinnekaan. Hal ini penting mengingat identitas
bangsa Indonesia yang tersusun dari ribuan suku bangsa dengan beragam budaya,
tradisi dan agama," tambahnya.
Lebih lanjut dikatakannya, SMA Taruna Nusantara di Magelang merupakan salah
satu perintis sekolah berasrama. SMA Taruna Nusantara didesain secara khusus
untuk mendidik pemuda-pemudi Indonesia agar memiliki keunggulan di tiga aspek
yaitu akademis, kesiapan jasmani, dan kepribadian. Berdiri pada tanggal 14 Juli
1990 sebagai bentuk kerjasama TNI dan Taman Siswa.
"SMA Taruna Nusantara kemudian menjadi Kawah Candradimuka manusia-manusia
Indonesia agar dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai
kemahiran modern lainnya dengan tetap berkepribadian Pancasila," katanya
menegaskan.
Sebelumnya dalam diskusi publik bertema Peran Sekolah Berasrama dalam Membentuk
Karakter Pribadi Unggul yang Berjiwa Kebangsaan dan Kebhinnekaan yang
diselenggarakan Ikatan Alumni Taruna Nusantara (Ikastra) pada Selasa (16/5),
pengamat pendidikan Ki Darmaningtyas mengatakan agar sistem sekolah berasrama
bisa berjalan baik, bentuk kelembagaannya harus sekolah publik dan bukan
sekolah swasta. "Hal tersebut untuk menjamin terjaganya kualitas baik dari
sisi input, proses, maupun output."
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner dan Kadiv Sosialisasi KPAI Erlinda
mengingatkan orang tua yang menitipkan anaknya di sekolah berasrama tidak
lantas lepas tanggung jawab. Sebagian besar waktu tumbuh kembang anak
sesungguhnya dihabiskan bersama keluarga.
Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber terkait sekolah berasrama, antara lain
Ahmad Rizali (Pendiri Sekolah Berasrama Internat Alkautsar Parung Kuda
Sukabumi, Ki Darmaningtyas (Pendidik Taman Siswa dan Pengamat Pendidikan), dan
Erlinda, M.Pd (Komisioner dan Kadiv Sosialisasi KPAI).
(T.Z003/T007)
Editor: Ruslan Burhani
Pramuka dinilai mampu bangun karakter anak
Pewarta: Indriani
Jakarta (ANTARA News) - Akademisi dari
Global Sevilla Pulo Mas, Jakarta Timur, Robertus Budi Setiono mengatakan
Pramuka dapat membangun karakter anak.
"Pramuka merupakan implementasi langsung dari pendidikan karakter,"
ujar Budi di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan Pramuka sangat baik untuk mengajarkan kepada anak tentang
kepemimpinan, nasionalisme, kebhinekaan, dan serta bagaimana bertahan hidup di
alam bebas.
Dia mengatakan sebagai sekolah internasional maka pihaknya tetap berkomitmen
untuk menjadikan Pramuka menjadi ekstrakurikuler bagi peserta didik. Bahkan,
diharapkan sekolah-sekolah internasional lainnya juga mendukung program
kepramukaan.
"Pramuka akan kita dorong agar sekolah-sekolah internasional lain ikut
mendukung Pramuka sebagai bagian pendidikan karakter Indonesia," jelas
dia.
Sementara itu, Ketua Gugus Depan Jatayu Timur Global Sevilla, Eva Riana
mengatakan pihaknya merayakan ulang tahun gugus depan dengan menggelar lomba
bersama pramuka se-Jakarta Timur.
"Tujuannya untuk menjalin semangat kebersamaan dan kebhinekaan antara
sesama Pramuka. Melalui Pramuka ,kita menyatukan perbedaan," kata Eva.
Uniknya dalam kegiatan tersebut terdapat 30 pramuka difabel, dari sejumlah
sekolah luar biasa (SLB). Hal itu menunjukkan bahwa kegiatan Pramuka juga dapat
diikuti oleh anak-anak berkebutuhan khusus.
"Kegiatan itu juga diikuti oleh adik-adik berkebutuhan khusus, sebagai
wujud tidak ada perbedaan dalam Pramuka. Mereka juga merupakan bagian dari
generasi emas Indonesia," ungkap Eva.
Melalui aktivitas Pramuka, anak-anak dapat membangun rasa kebersamaan serta
saling tolong-menolong.
"Sesuai dengan misi Pramuka, dimana melakukan kegiatan di alam terbuka
dengan dasar rasa kasih sayang, yang bertujuan agar adik-adik kita dapat saling
membantu satu sama lainnya," imbuh Eva.
Menurut Eva, melalui kegiatan Pramuka akan tercipta proses pembentukan karakter
anak Indonesia yang jauh lebih baik.
"Karena pendidikan karakter itu intinya adalah proses, dimana Pramuka
menjadi kegiatan yang efektif," kata Eva.
Terkait dengan kegiatan Pramuka di Global Sevilla, dijelaskan, pihaknya secara
aktif mengikuti agenda nasional hingga internasional. Bahkan, beberapa murid
pernah ikut serta dalam Jambore Pramuka Dunia di Jepang.
(T.I025/A011)
Editor: Ruslan Burhani
Pelajar SMPN 21 Praktikkan Toleransi
EDITOR : SURYO EKO PRASETYO
JawaPos.com – Remaja adalah sekelompok orang yang mencari jati
diri. Demikian pula siswa SMP. Dalam proses pencarian jati diri tersebut, peran
agama tidak bisa dilepaskan begitu saja. SMPN 21 Surabaya mempunyai cara
tersendiri menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Miniatur kebinekaan itu berada di SMPN 21.
Sekolah di kawasan Jambangan tersebut mempunyai 1.200 siswa dari kelas VII
hingga kelas IX. Sebanyak 76 siswa di antaranya beragama Nasrani. Empat siswa
beragama Hindu. Selebihnya merupakan pelajar pemeluk agama Islam. Guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) SMPN 21 Kun Hayanah Hayati, guru agama Nasrani
Paulus Sardikun, dan guru agama Hindu I Wayan Artawa ikut berperan membimbing
mereka.
Toleransi di antara mereka terjalin cukup
baik. Bukan hanya antarsiswa di internal sekolah, tetapi juga siswa di lintas sekolah.
Terutama dengan para siswa di SMPN 22. SMPN 21 dan SMPN 22 memang kerap
melakukan kegiatan kolaboratif.
Kepala
SMPN 21 Chamim Rosyidi Irsyad menyatakan, sikap toleransi perlu ditumbuhkan
sejak dini. Para siswa harus diajarkan saling menghormati dan menghargai. Di
sekolahnya toleransi tersebut dijaga agar terjalin kondusif. Misalnya, ketika
ada siswa Nasrani yang sedang berjalan membawa Injil, siswa lain tidak
mengganggu. Demikian juga sebaliknya. ”Menghormati keyakinan yang berbeda itu
sangat asyik,” tuturnya.
Meski
begitu, ujar Chamim, dia percaya urusan keyakinan adalah urusan individu
masing-masing. Namun, yang harus tumbuh adalah rasa saling menghormati di
antara mereka. Bukan hanya antarsiswa seagama, tetapi juga yang berbeda agama.
Selama ini, dalam buku-buku pelajaran, toleransi antarumat beragama tersebut
sudah diajarkan. ”Tapi, yang tidak kalah penting itu praktiknya,” katanya.
Praktik
menumbuhkan sikap toleransi tersebut bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah
satunya, melalui kegiatan kolaboratif antarsiswa. Bakti sosial ke panti asuhan,
misalnya. Chamim melibatkan siswa untuk kegiatan bakti sosial. Empati para
siswa ditumbuhkan. Mereka diajak mencari sendiri panti asuhan yang akan
didatangi.
Para
siswa muslim bisa mencari panti asuhan yang berlatar belakang nonmuslim.
Demikian juga sebaliknya. Para siswa yang nonmuslim bisa mencari panti asuhan
yang berlatar belakang muslim. Kegiatan itu pun sudah berjalan dengan baik.
”Supaya mengenal, toleransi harus dipraktikkan,” ucapnya. Harapannya satu. Para
siswa diajak saling memahami bahwa pada dasarnya semua manusia adalah saling
membutuhkan. ”Perdamaian pun bisa terjaga,” jelasnya.
Urusan
Kesiswaan SMPN 21 Sapta Meiningsih menyebutkan, pembinaan perilaku para siswa
juga dimulai ketika pagi. Bagi siswa muslim, ada salat Duha. Kegiatan itu
dilakukan bergantian antara siswa laki-laki dan perempuan. Jika siswa laki-laki
sedang salat Duha, siswa perempuan melaksanakan kegiatan literasi di kelas.
Para
siswa, terutama yang muslim, juga diajak berlatih kultum singkat. Yakni, dengan
memaknai dan memahami surat-surat dalam Alquran. Kultum tersebut disampaikan
para siswa kepada siswa lain dengan bimbingan guru agama. ”Itu juga melatih
percaya diri, bisa belajar jadi ustad,” ungkapnya.
Bukan hanya siswa muslim, siswa nonmuslim
juga melakukan kegiatan keagamaan di waktu yang sama. Para siswa Nasrani dan
Hindu melaksanakan kajian keagamaannya masing-masing di ruang yang berbeda. Ada
doa bersama di aula bagi siswa Nasrani. Demikian juga siswa yang beragama
Hindu. Ada bimbingan khusus dari guru agama Hindu di sekolah. ”Anak-anak remaja
sekarang, apalagi dunia modern, basis agama harus kuat,” tuturnya. (puj/c20/nda)
Siswa SD Belajar Bahaya Narkoba, Obat Terlarang
Semakin Sulit Dikenali
EDITOR : SURYO EKO PRASETYO
Ada yang
berbeda dalam rangkaian acara Pondok Ramadan di SDN Airlangga 1 Surabaya pada
Senin (5/6). Selain kegiatan keagamaan, ada sesi belajar tentang bahaya narkoba
untuk siswa kelas IV dan V. Semua siswa siap mendapatkan bekal ilmu dari Badan
Narkotika Nasional (BNN) Kota Surabaya.
SEJAK pukul 09.00, siswa-siswi yang mengenakan baju muslim
duduk lesehan untuk mengikuti penyuluhan. Mereka antusias. Tidak sedikit yang
mencatat.
Rahmatika
Ramadhan, penyuluh dari bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat BNN,
terlebih dahulu menyapa para siswa. Pancingan pertanyaan tentang narkoba
memantik semangat anak-anak. Mereka berebut menjawab saat ditanya tentang
obat-obatan berbahaya itu. ”Sudah dengar tentang narkoba?” tanyanya. Anak-anak
langsung kompak menjawab, ”Sudaaaaaah.”
Meski
demikian, sekadar tahu tidak bisa menghindarkan anak-anak dari bahaya narkoba.
Tika lantas menjelaskan bahwa saat ini narkoba semakin sulit dikenali. Apalagi,
para pengedar kian lihai menyisipkannya dalam bentuk makanan. Salah satunya, dalam
bentuk jajanan anak.
Dengan
pembukaan itu, anak-anak kian penasaran. Memang, pengetahuan tersebut merupakan
hal baru bagi 225 peserta cilik. Narkoba, lanjut Tika, kini berubah dalam
beragam bentuk yang tidak terduga. Meski demikian, narkoba tetap bisa
dihindari. Karena itu, upaya pembekalan diri harus diketahui sejak dini.
Termasuk bagi anak-anak SD yang sering menjadi sasaran empuk peredaran narkoba
dalam bentuk jajanan.
Beragam
contoh jajanan yang terindikasi mengandung narkoba ditampilkan dalam penyuluhan
itu. Misalnya, permen-permen dengan bentuk aneh yang rupanya mengandung
narkoba. ”Hindari yang mencolok atau bentuknya aneh,” ujarnya.
Memang,
bagi anak-anak, bentuk-bentuk yang tak biasa justru menarik perhatian. Hal itu
dimanfaatkan para pengedar narkoba untuk memasarkan dagangannya.
Tika
juga mengimbau siswa untuk berhati-hati dalam memilih pergaulan. Faktor
lingkungan, menurut dia, menjadi faktor terjerumusnya anak-anak ke lembah
konsumsi narkoba. ”Jangan sering bermain ke warnet atau warkop tanpa pantauan
orang tua,” tambahnya.
Selain
itu, anak-anak harus berhati-hati dalam mencari informasi. ”Kalau perlu dan
ingin tahu, tanyakan info narkoba ke guru dan orang tua,” imbuhnya.
Meskipun
materi masih terbilang baru, orang tua Bernika Julia Marsela sudah melakukan
upaya antisipasi. ”Nggak jajan sembarangan kok selama ini, dibawain bekal,”
ujar siswi kelas V itu. Pengetahuan tentang cara mengenali jajanan yang
mengandung narkoba, bagi dia, adalah hal yang baru dipelajarinya. Dia akan
lebih berhati-hati saat akan jajan.
Kepala SDN Airlangga 1 Agnes
Warsiati mengatakan, pembekalan tentang narkoba sangatlah penting. Apalagi,
peredaran narkoba merambah anak-anak. ”Jadi, anak-anak memang ingin kami bekali
cara membedakan jajanan yang berbahaya dan yang aman,”
katanya. (kik/c7/nda)
Melatih Gemar Membaca–Menulis, Beri Reward Yang
Rajin ke Perpustakaan
EDITOR
: SURYO EKO PRASETYO
JawaPos.com – Membiasakan anak didik untuk rajin membaca dan
menulis juga dilakukan SD Al Falah Assalam. Mereka membentuk wadah kegiatan
ekstrakurikuler yang dinamai Peci. Kependekan dari penulis cilik.
Ada
50 anak yang tergabung dalam Peci. Mereka diberi latihan khusus soal penulisan.
”Rutin seminggu sekali setiap Jumat mereka belajar bersama,” terang Kepala SD
Al Falah Assalam Muhammad Sholehudin.
Caranya,
siswa dibagi menjadi dua kelompok. Yakni kelompok besar dan kecil. Kelompok
besar berisi siswa kelas III hingga kelas V. Sedangkan kelompok kecil terdiri
atas siswa kelas I dan II. Karena beda tingkat, sudah pasti cara pembelajarannya
juga berbeda.
Sholehudin
mengatakan, untuk materi pertama, siswa diminta menulis bebas. Misalnya, di
dalam kelas terdapat peta Indonesia. Nah, anak didik di dalam kelas boleh
membuat tulisan yang terkait dengan peta Indonesia itu. ”Bisa puisi, cerpen,
ataupun komik,” lanjutnya.
Setelah
”pemanasan”, barulah siswa belajar dalam sebuah proyek penulisan. Misalnya,
dalam bulan ini mereka diberi proyek membuat kumpulan tulisan nonfiksi. Dalam
satu bulan, siswa harus belajar banyak tentang menulis nonfiksi. Saat ada
kesulitan, mereka bebas untuk berkonsultasi kepada guru pembimbing.
Sambil
mengerjakan, siswa mendapat ilmu secara langsung saat praktik. Misalnya terkait
dengan ejaan serta cara membuat judul yang menarik, alur cerita, hingga kalimat
yang efisien. ”Tema proyeknya berbeda-beda,” terang Sholehudin.
Sebagai
bentuk apresiasi sekaligus wadah untuk menyalurkan karya mereka, pihak sekolah
memuat tulisan para siswa di majalah sekolah yang bernama L-Fikr. Ada yang
dicetak khusus untuk memuat seluruh tulisan anggota Peci. Ada juga tulisan
anggota Peci yang digabung dengan kumpulan tulisan dari guru. ”Majalahnya sudah
terbit sejak 2015,” terang Waka Kesiswaan SD Al Falah Assalam Antoni. Majalah
setebal 70 halaman tersebut terbit tiap semester.
Untuk
bisa menulis dengan baik, dibutuhkan ide yang variatif. Karena itu, siswa
didorong untuk rajin ke perpustakaan. Bagi yang rajin ke perpustakaan, pihak
perpustakaan sekolah akan memberikan apresiasi khusus setiap semester.
”Macam-macam reward-nya, seperti buku maupun seperangkat alat tulis,” lanjut
Antoni.
Anak akan lebih bangga, orang tua pun
senang. Juga, target mewujudkan 100 persen siswa SD Al Falah Assalam punya
kebiasaan membaca bisa segera terwujud. (uzi/c11/ai)
Cegah Bosan, Ajak Murid Baca di Rooftop
EDITOR
: SURYO EKO PRASETYO
Membaca dan menulis
membutuhkan pembiasaan. Dengan berbagai cara, pihak sekolah melatih siswa agar
terbiasa melakukan hal itu. Sebagai bentuk reward, hasil karya siswa
diterbitkan menjadi buku dan majalah.
NARASWARI
Dite dan Rayya Aliya Yudistiro berkesempatan menyampaikan story telling di
hadapan rekan-rekannya Senin (5/6). Kegiatan penunjang literasi tersebut
berlangsung di perpustakaan SD Vision School, Waru. Saat itu, Rayya bercerita
tentang pengalamannya berlibur ke Malang awal bulan ini. Sementara itu,
Naraswari mendongengkan cerita kelinci.
Keduanya
sangat ekspresif dalam bercerita. Mimik wajah dan gerakan tangan turut
mendukung cara mereka bercerita. Siswa lainnya pun hanyut dalam cerita yang
dibawakan.
”Belajar
dengan story telling ini rutin kami lakukan di perpustakaan,” terang Haryanto,
pustakawan SD Vision School. Tujuannya, melatih siswa agar berani menyampaikan
isi buku yang mereka baca. Semakin lancarnya cerita yang disampaikan
menunjukkan bahwa mereka memahami buku yang dibaca. ”Kegiatan ini merangsang
siswa supaya mau membaca. Sebab, mereka tidak ingin malu dan tidak paham saat
giliran story telling,” jelasnya.
Pada
momen tertentu, siswa diminta membuat ulasan dari setiap buku yang mereka baca
di perpustakaan. Jenis bukunya bebas. Latihan tersebut juga menjadi cara agar
siswa terbiasa menulis. Lama-kelamaan, tulisan mereka lebih tertata. ’’Setelah
tulisan dikumpulkan, pustakawan membantu mengecek tulisan siswa,’’ ucap
Haryanto. Setiap tulisan akan dievaluasi. Selanjutnya, hasil evaluasi
disampaikan kembali kepada anak didik. Saat proses menulis, siswa juga
didampingi.
”Biar
lebih variatif, terkadang siswa diajak menonton film di perpustakaan. Lalu,
latihan menuliskan inti dari film yang mereka tonton,” imbuh pria asli Nusa
Tenggara Barat itu.
Agar
kegiatan menulis dan membaca tidak membosankan, pihak sekolah menggelar
perpustakaan dadakan pada hari-hari tertentu. Pada momen tersebut, buku di
perpustakaan dibawa ke sejumlah titik di sekolah. Siswa bisa membaca dengan
suasana baru. ”Misalnya, kami bawa buku ke rooftop atau ke depan sekolah. Siswa
bisa baca buku di sana,” ujar Haryanto.
Hal
itu berlaku bagi seluruh siswa. Khusus siswa yang punya minat khusus dalam
menulis, SD Vision School mempersilakan mereka mengikuti ekstrakurikuler
(ekskul) yang bernama Membaca dan Menulis Buku (MMB).
Seluruh
anggota MMB dilatih cara menulis buku. Kumpulan tulisan mereka dicetak dalam
bentuk buku dan diterbitkan secara luas. ”Kami pernah menerbitkan buku karya
siswa yang berjudul The Sun Flower in Paris,” tutur Yunus Achmadi, guru pembina
ekskul MMB. Buku tersebut berupa antologi cerpen setebal 104 halaman yang
diterbitkan Alif Gemilang Pressindo.
”Biasanya,
kami melatih siswa menuliskan pengalaman pribadi,” kata Yunus. Dengan begitu,
siswa tidak sulit mencari ide tulisan. Sebab, yang mereka tulis adalah
pengalaman pribadi. Alur, detail, suasana, dan penokohannya tergambar jelas
dalam benak mereka.
Murid juga bisa menuliskan hasil imajinasi
atau hal-hal yang pernah mereka dengar. Baik dari cerita orang maupun dari buku
yang dibaca. ’’Yang penting, rutin menulis. Setiap hari, harus ada yang
ditulis,’’ imbuh Yunus. (uzi/c18/ai)
Masuk SD Seriang TK, SDN Bubutan 4 Sambut Calon
Siswa
EDITOR
: SURYO EKO PRASETYO
JawaPos.com – Sekolah tak melulu soal bangku dan buku. Ataupun
beragam aturan dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan. SDN Bubutan 4 Surabaya
menghadirkan suasana yang berbeda dan menyenangkan lewat kedatangan Paman
Badut.
Bagi
kebanyakan anak, badut jadi idola. Apalagi badut yang bisa mendongeng.
Pengajaran nilai-nilai kebaikan dalam keseharian memang paling pas diselipkan
lewat dongeng. Hal itu menjadi keunikan yang diterapkan di SDN Bubutan 4.
Senin
(29/5) badut sengaja ditampilkan pada hari pertama penerimaan peserta didik
baru. Anak-anak yang baru saja menyelesaikan TK dikenalkan pada jenjang sekolah
dasar. Maklum, kegiatan di TK memang masih didominasi bermain. Tak jarang,
masuk SD menjadi momok tersendiri.
Benar
saja, anak-anak tampak bergembira menyimak aksi badut yang mendongeng. Paman
Badut membawakan kisah fabel dengan beragam boneka peraga. Anak-anak kian
antusias mencermati setiap runtutan cerita. Di sela-sela itu, ada aksi sulap
hingga menyanyi bersama.
Mariana,
salah satu orang tua murid, mengaku senang dengan kegiatan tersebut. ”Itu anak
saya yang paling depan. Ikut heboh loncat-loncat sama badut,” ujarnya. Kegiatan
mendongeng oleh badut tersebut, menurut dia, sangat membantu untuk menyelipkan
hal positif kepada anaknya. ”Apalagi, dongengnya tentang jadi anak baik.
Sekalian mengajari anak,” imbuhnya.
Harris
Rizki, si Paman Badut, memang membawakan banyak kisah. Salah satunya pesan
untuk tidak serakah. Hal itu sengaja dipilih untuk menanamkan sejak dini pada
anak agar menjadi pribadi yang peduli dan mau berbagi. Harris ingin memberi
kesan pertama yang menyenangkan pada calon siswa SD tersebut. ”Ini lho SD,
tetap bisa asyik meski sudah lepas dari TK,” tambahnya.
Kepala
SDN Bubutan 4 Ahmad Nurhalim sengaja menghadirkan atmosfer menyenangkan. Segi
lingkungan, lanjut dia, tak kalah diperhatikan. Banyak inovasi di bidang
pemberdayaan lingkungan yang diciptakan sekolah tersebut.
Salah satunya gerebeg pasar. Siswa diajak
blusukan ke pasar untuk mengumpulkan sayuran sisa yang kemudian diolah sebagai
kompos. Itulah upaya belajar mengolah hal-hal yang dianggap sampah. ”Kami bawa
ke sini untuk diolah di tong komposter,” katanya. (kik/c6/nda)
Ekskul Film Indie Bikin Murid Mandiri dan
Kemampuan Berkembang
EDITOR
: SURYO EKO PRASETYO
Pembuatan film indie turut
mencuatkan nama SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Berkat film karya siswa tersebut,
sejumlah penghargaan didapat.
DI perpustakaan SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, Senin
(29/5), Donny Indra Kusuma bercerita tentang film Mak Crit Mak Plekentur yang
diproduseri. Film yang digarap belasan anak kelas V dan kelas VI itu berkisah
tentang Fajar dan Vero, si anak kota, saat berlibur ke desa. ’’Dua anak ini
bermain ke sawah dan bertemu Fatur, si anak desa. Mereka bertiga bermain
bersama,’’ ujarnya.
Dalam
film tersebut, mereka ditampilkan tengah menikmati penganan bernama gatot.
Mereka juga memainkan tari jaranan. Di sisi lain, Fatur juga diajari cara
menggunakan pomade. ’’Film humor mengenai kehidupan sehari-hari. Ending-nya
mereka bersama-sama ke masjid,’’ kata siswa kelas VI Umar tersebut.
Selain
film itu, terdapat belasan karya lainnya yang sudah mereka buat. Di antaranya,
Batik Safira, Jangan Tahayul, Memancing Kesabaran, dan Gotri. ’’Minimal dalam
satu semester itu anak-anak ekskul film indie bisa membuat dua film,’’ tutur
pembimbing ekskul film indie Fajar Rosyidah.
Tiga
film tersebut pernah mendapatkan penghargaan tingkat nasional dalam
Muhammadiyah Education Award. Film berjudul Batik Safira menjadi runner-up
lomba film pada 2013. Adapun Jangan Tahayul mendapat runner-up pada 2014. Film
MemancingKesabaran berhasil menjadi juara III dalam event serupa pada 2015.
’’Tahun
2016 tidak ada kompetisinya,’’ kata Rosyidah, sapaan akrab Fajar Rosyidah.
Kompetisi film tingkat SD masih sangat jarang di tingkat Jawa Timur maupun
nasional. ’’Itu saja kami ikut lomba tingkat junior. Saingannya anak-anak SMP
juga,’’ tambahnya.
Untuk
mengikuti ekskul tersebut, siswa harus lolos audisi. Salah satunya yang punya
bekal tentang dunia perfilman dan kemauan tinggi. ’’Saat audisi itu juga
langsung ditentukan, tergabung dalam kelompok produksi atau kelompok talent,’’
ucap Rosyidah.
Misalnya,
saat audisi pandai bermain peran dan bisa memainkan beragam ekspresi wajah,
bisa jadi siswa tersebut masuk kelompok talent. Sementara itu, yang punya
kemampuan mengoperasikan kamera, berimajinasi tinggi untuk membuat cerita, dan
bisa dasar editing bisa jadi masuk kelompok produksi. ’’Nah, nanti pembinaannya
berbeda,’’ lanjutnya.
Siswa
yang masuk kelompok talent akan belajar olah rasa dan memerankan beragam
karakter. Adapun kelompok produksi akan diajari cara pengambilan gambar,
lighting dan sound, editing, menjadi produser, serta sutradara.
Beragam manfaat didapat siswa dengan ikut
ekskul. Salah satunya, melatih jiwa kepemimpinan seperti berkoordinasi dengan
rekan yang lain. Mereka juga harus berani. Misalnya, saat butuh aktor satpam
maupun orang tua. Mereka sendiri yang meminta langsung ke petugas satpam atau
guru di sekolah untuk membantu menjadi talent. ’’Hampir seluruh guru pernah
masuk film buatan anak-anak,’’ ungkap Kepala SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Enik
Chairul Umah. (uzi/c15/ai)